Di sini, di timur pohon keladi,
Berdecak tanpa henti, menunggu pasti. Tapi, apa itu pasti? Hanya sebentuk kata yang terdengar sejak ku belum bergigi. Hanya semburat acak yang berdengung sejak bangkitku dari mati
Di sini, di timur pohon keladi,
Melamun dalam getir, masih menanti apa yang mungkin. Mungkin. Hanya segenggam huruf yang maknanya menunggu lahir. Mungkin ia hilang, mungkin ia jalang, mungkin suaminya hidung belang. Adakah yang mampu menggapai maknanya?
Di sini, di timur pohon keladi,
Termenung di ujung nadir. Mengais janji yang luruh dalam takdir. Lalu, jelaskan padaku, apa itu janji ! Pelampiasan hati yang kosong barangkali. Atau gurauan nyalang di kala hujan. Siapa yang peduli ?
Di sini, di timur pohon keladi,
Di atas rumput basah yang menyeruak aromanya. Berselam dalam kalam. Kau bilang kau pasti di sana. Menyambut pagiku yang belum terbentuk. Mengirimku dalam ungunya malam. Kau bilang kau mungkin goyah, dan hatimu itu dapat meranggas. Seperti Daud yang tergoda. Seperti Adam yang tak sanggup menolak nikmat. Tapi kau janjikan satu : untuk biarkan lintah kecil iini menyesap hangatmu. Untuk mengkristalkan waktu saat kita saling melekat.
Di atas rumput basah yang menyeruak aromanya. Berselam dalam kalam. Kau bilang kau pasti di sana. Menyambut pagiku yang belum terbentuk. Mengirimku dalam ungunya malam. Kau bilang kau mungkin goyah, dan hatimu itu dapat meranggas. Seperti Daud yang tergoda. Seperti Adam yang tak sanggup menolak nikmat. Tapi kau janjikan satu : untuk biarkan lintah kecil iini menyesap hangatmu. Untuk mengkristalkan waktu saat kita saling melekat.
Di sini, di timur pohon keladi,
Kemana aku harus menagih ?
Depok, 3 September 2012
Natalie
No comments:
Post a Comment